JAKARTA – SINAR PAGI BARU.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rajawali Patriot Indonesia 08 selenggarakan mabar alias nonton bareng film G30S/PKI, Minggu, (01/10/2023).
Bertempat di Cafe Gegarez, Jl. Cipinang Muara, Pondok Bambu, Jakarta Timur, Ketua Umum Rajawali 08, Mansyur Alfarisyi menyampaikan tentang bahaya komunisme, marxisme dan leninisme.
Dia mengatakan bahwa secara manifes memang tidak ada lagi kekuatan komunisme di Indonesia sejak TAP MPRS No. XXV/Tahun 1966 Tantang Pembubaran Dan Larangan Penyebaran Ideologi Komunisme, Marxisme, Dan Leninisme.
Akan tetapi secara laten bahaya komunisme itu ada dan nyata, ungkapnya. Hal itu terindikasi antara lain pada tahun 1999, ketika Pemilu di era reformasi pertama kali, menurut Ribka Tjiptaning yang merilis buku “Bangga jadi anak PKI” dan juga anggota legislator dari PDIP 2009 – 2019.
Bahwa anak keturunan PKI dan simpatisannya menjalankan aspirasi politiknya ke PDIP. Mereka menganggap Megawati membawa iklim perubahan dan dapat membantu mereka memperjuangkan keadilan.
Kemudian, lanjutnya, dikeluarkannya Keppres No. 17/2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat di masa lalu dan Inpres No.2/2023 Tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Bahwa keluarnya 2 aturan ini mengindikasikan adanya upaya anak keturunan dan simpatisan PKI menuntut Keadilan. Walaupun pemerintah tidak menyelesaikan aturan penyelesaian yudisialnya.
Lalu, UU No.34/2004 tentang TNI, yang tidak ada larangan anak anak keturunan dan simpatisan PKI untuk mendaftar menjadi anggota TNI termasuk juga mendaftar menjadi PNS dan anggota legislatif. Sehingga, terang Alfarisyi, kewaspadaan terhadap adanya bahaya laten ajaran komunisme harus tetap ada.
Lebih lanjut dia menjelaskan, selain indikasi tersebut, yang bisa dijadikan pertimbangan politik, juga karena pertimbangan historis.
Secara Historis komunisme itu bibitnya sudah ada dan tumbuh sejak tahun 1914 melalui ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging), organisasi politik dilahirkan di Surabaya oleh Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda Lainnya, Semaun, Alimin dan Darsono.
Faham komunisme terus tumbuh hingga menjelma menjadi Partai Komunis Indinesia dan melakukan pemberontakan di Madiun tahun 1948, di kelola oleh Muso, Amir Syarifudin, DN Aidit, Misbah, Alimin Prawirodirdjo, Darsono dan Leman. Berhasil di tumpas Pemerintah Republik.
Kekuatan komunisme muncul lagi dan memberontak lagi tanggal 30 September 1965, hingga memakan korban 6 Jenderal dan 1 Perwira Pertama di tubuh Angkatan Darat.
Seluruh korban keganasan PKI 1965 itu mendapat gelar Pahlawan Revolusi. Jadi dengan pertimbangan politis dan historis kita harus tetap waspada, karena komunisme masih ada dan setiap saat bisa muncul lagi di permukaan politik Indonesia, tegasnya.
“Kita percayakan kepada pemerintah untuk mengantisipasi dan mengatasi persoalan bahaya laten komunisme ini. Tapi kita sebagai bangsa juga tetap harus waspada, jangan sampai duka politik yang pernah ditimbulkan oleh gerakan komunis terulang kembali dirasakan oleh generasi bangsa ke depan”, tutupnya. (seno)