X
 


FKMI: Standar Kelayakan Status Wartawan Ditentukan Oleh Pimred

Ronald - Apr 20, 2022 00:26:14
ilustrasi. (foto: ist/mediaseruni.co.id)

JAKARTA – sinarpagibaru.id.

Polemik Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kembali mencuat kepermukaan usai dipermasalahkan oleh kelompok wartawan yang tidak setuju atas aturan tersebut. Bahkan kini UKW ditengarai menjadi pemicu polarisasi dikalangan insan pers.

Menanggapi permasalahan itu, Ketua Forum Komunikasi Media Independen (FKMI) Andre Irwansyah menilai konflik dan polemik yang terjadi dilapangan antar sesama wartawan harus disikapi serius oleh Organisasi Pers dan Dewan Pers agar tidak berlarut-larut.

Andre mengatakan dalam hal ini, Dewan Pers dan Organisasi Pers harus jeli melihat persoalan, khususnya ketika membuat sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan kepada seluruh wartawan di Indonesia. Seperti Verifikasi dan UKW yang kerap memicu persoalan.

“Kami secara prinsip setuju dengan adanya Uji Kompetensi Wartawan (UKW), hanya “goal-nya” yang harus diperjelas.

Kenapa? Karena UKW tidak bisa dijadikan standar kelayakan seseorang untuk bisa menjadi wartawan, yang bisa menentukan hanyalah pemimpin redaksi dan media tempat mereka bernaung,” tegas Andre yang sudah menekuni wartawan sejak tahun 90-an di media besar itu kepada wartawan.

Menurutnya, pemimpin redaksi dan media punya peran besar dalam merekrut dan memberdayakan seseorang untuk menjadi wartawan karena mereka terlibat dalam keseharian untuk sebuah proses jurnalistik. Mereka yang tahu kegiatan dan keseharian wartawan itu sendiri.

Standar kelayakan seseorang untuk bisa menjadi wartawan bukan sebatas test, tetapi prilaku, karakter dan instuisi, sejauh mana mereka mengabdikan diri untuk menjalankan fungsi pers.

“Ini yang penting dan menjadi penilaian, mereka harus mengerti standar etika jurnalistik, pola proses pencarian berita, pola pengamanan diri dalam bertugas dan masih banyak yang lainnya,” ujar Andre melalui keterangan resminya pada Selasa (19/4/2022).

Andre mengatakan percuma seseorang punya sertifikat UKW jika tidak punya etika jurnalistik, jika tidak tahu perilaku keseharian dalam dunia jurnalistik dan tidak memahami berbagai macam aturan lain yang harus diimplementasikan dari UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Banyak sekelas pemred atau wartawan yang punya sertifikat UKW dan tidak bisa menulis, banyak orang-orang yang duduk di organisasi pers juga tidak bisa menulis.

“Jadi, polemik ini harus segera diakhiri dan dicari titik temu agar wartawan bisa kembali bersatu dan media bisa menjalankan fungsi pers sebagaimana mestinya,” imbuhnya.

Andre mengaku tidak setuju jika UKW dijadikan standar utama dalam menentukan status kewartawanan. Karena ini akan menjadi bumerang bagi wartawan dan melecehkan mereka yang telah mendedikasikan diri sebagai wartawan sejak jaman dahulu, dimana saat itu tidak ada aturan yang bernama UKW.

Tidak fair jika UKW dijadikan standar utama, banyak wartawan senior yang tidak memiliki UKW. Ikut sertifikasipun terbentur usia dan mungkin dana. Wartawan senior yang banyak menghasilkan karya jurnalistik.

“Lantas apa karena mereka tidak memiliki sertifikat orang layak menyebutnya wartawan bodong atau abal-abal ? Ini pelecehan Namanya,” tegas Andre.

Kendati demikian, Andre mengakui seiring kebebasan pers usai masa trasisi 1998, dilapangan banyak orang-orang dengan mudah bisa menjadi wartawan namun belum memahami apa itu ilmu terapan jurnalistik, apa itu media dan pers.

Mereka tidak menguasai karakter dan perilaku untuk bisa menjadi wartawan yang baik dan ini harus menjadi perhatian agar nama baik profesi wartawan tetap terjaga.

“Wartawan harus menjaga citra profesi mereka. Siapapun, darimanapun, selama mereka berprofesi menjadi wartawan, mereka harus bisa menjaga nama baik, citra positif dan mampu menjadi penegak hukum bagi wartawan lainnya dalam menjalankan fungsi pers di Indonesia,” pungkasnya.

Andre menyerukan sebaiknya media ataupun pemimpin redaksi tidak sembarangan menerbitkan kartu pers yang bisa disalah pergunakan dan harus piawai merekrut wartawan yang akan menjadi timya.

“Ketika dilapangan ditemukan ada wartawan yang tidak layak tetapi memiliki kartu pers, pimred dan medianya yang wajib diberi sanksi tegas. Karena kartu pers tidak boleh digunakan sembarangan agar sesuai peruntukannya,” ucapnya. (rinaldo/red)