X
 


Timbulkan Efek Jera, Kementerian ATR/BPN Mengedepankan Sanksi Administratif Dalam Penertiban Tata Ruang

SPB - Mar 04, 2021 12:09:37

JAKARTA, – Pengenaan sanksi pada kasus pelanggaran penataan tata ruang tidak serta merta berfokus pada hukuman pribadi pada sang pelaku pelanggaran, namun juga bagaimana kaitannya dengan penanggulangan dari dampak pelanggaran yang ada. Konsep ini dirasa adil karena tak hanya memberi efek jera, namun juga mengembalikan fungsi tata ruang tempat terjadi pelanggaran. Seperti yang disampaikan oleh Hary Sudwijanto selaku Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang dalam rangkaian kegiatan PPTR Expo dengan tema Penertiban Pemanfaatan Ruang, di Lobby Gedung Kementerian ATR/BPN pada Selasa (02/03/2013).

Hary Sudwijanto, memaparkan bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses penataan tata ruang. Mulai dari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang, tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang hingga upaya menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. 

Dalam mengatasi berbagai bentuk pelanggaran, banyak bentuk sanksi yang dijalankan, mulai dari sanksi administrasi, sanksi perdata hingga sanksi pidana. Hary Sudwijanto mengatakan pihaknya berusaha mengedepankan sanksi administratif, seperti berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, penutupan lokasi, pembatalan izin, pemulihan fungsi hingga ruang denda administratif untuk pelanggaran tata ruang. “Beberapa kali, pimpinan kami berkata bahwa sanksi pidana adalah benar-benar upaya terakhir dalam memberikan sanksi pelanggaran, jika sanksi administratif masih dapat kami berikan,” tutur Hary Sudwijanto.

Hal ini bukan tanpa alasan, menurut Hary Sudwijanto, justru tujuan hukum adalah memberikan manfaat, ada suatu kepastian, ada rasa hak keadilan dalam penerapannya. Tak hanya menghindari over criminalizing namun juga ingin mengutamakan keadaan agar kembali sesuai fungsi semula. Dalam konteks sanksi pelanggaran tata ruang, pendekatan sanksi administratif ini ingin membuat bagaimana pelaku pelanggaran tata ruang merasa jera namun tetap bisa menanggulangi kerugian yang sudah Ia perbuat. “Jika pelaku tidak jera, masyarakat atau korban tetap merasakan kerugian, lingkungan dan keadaan sekitar juga tidak berubah, tentu hukum itu tidak akan memberikan manfaat apapun,” tutur Hary Sudwijanto.

Lebih lanjut, dalam penegakan penataan ruang, terdapat tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk Penataan Ruang yang tersebar seluruh Indonesia. Kerja PPNS Penataan Ruang sendiri mempunyai mekanisme mulai dari pengaturan pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan dan pembinaan terkait dengan perilaku masyarakat di sekitar. Dalam jalannya penataan tata ruang, selain penegakan sanksi untuk pelanggaran tata ruang, Hary Sudwijanto juga meminta agar pihak PPNS Penataan Ruang untuk senantiasa pro aktif untuk melakukan pencegahan dan lebih banyak berkolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait seperti Lembaga Swadaya Masyarakat setempat, Kepolisian maupun pihak lain. “Kami selaku PPNS Penataan Ruang senantiasa mengoptimalkan kerjasama dengan lembaga lain. Semakin banyak kolaborasi, semakin banyak pelanggaran yang kita ketahui sejak awal agar bisa melakukan pencegahan awal sebelum dampak buruk terjadi,” tutup Hary Sudwijanto. 

Kegiatan PPTR Expo 2021 ini merupakan forum terbuka yang diselenggarakan oleh Kementerian ATR/BPN, melalui Direktorat Jenderal Penertiban dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR). Dalam forum tersebut, berlangsung secara langsung dan daring via video conference. Forum ini diikuti oleh perwakilan PPNS Penataan Ruang, Kantor Wilayah BPN Provinsi maupun Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se-Indonesia. (Gtg)