X
 


Sanksi Kaleng-Kaleng Menteri Ida Fauziah Kepada PT BM dan PT ASR

SPB - Oct 25, 2020 22:12:54

SINAR PAGI BARU – JAKARTA.

Diketahui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dibawah komando ibu menteri Ida Fauziah beberapa waktu yang lalu, Selasa (20/20/2020), memberikan sanksi skorsing yang dialamatkan kepada perusahaan sebagai pelaku penempatan migran secara nonprosedural ke negara Arab Saudi, perusahaan itu adalah PT Bahrindo Mahdi (BM) dan PT Anugerah Sumber Rezeki (ASR).

Sanksi itu disebut-sebut sebagai sanksi “kaleng-kaleng” oleh Rinaldo Saragih selaku penerima kuasa dari pekerja migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban penempatan migran nonprosedural/ilegal yang diproses pemberangkatkan oleh PT Bharindo Mahdi dan PT Anugerah Sumber Rejeki.

Dia menyebut hal itu dengan alasan bahwa sanksi skorsing itu merupakan penghianatan terhadap Moratorium Pemerintahan Presiden Jokowi sesuai Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Penggunaan Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.

“Seharusnya, Ida Fauziah selaku Menteri Ketenagakerjaan langsung mencabut ijin-ijin kedua perusahaan, kemudian menyeret direktur utama perusahaan sebagai aktor intelektual ke polisi karena pelanggaran itu sudah masuk ke ranah pidana perdagangan orang. Itu baru bukan kaleng-kaleng”, tegas Rinaldo.

Dia menambahkan, kalau sanksi itu patut disebut cuman akal-akalan saja. Ibu Menteri Ida Fauziah mempertontonkan bahwa jajarannya masih melindungi direktur perusahaan yang sudah terbukti bersalah.

“Sanksi skorsing seperti itu terlihat bahwa pemerintah masih memberi kesempatan dan ruang kepada para pelaku, khususnya direktur utama perusahaan sebagai aktor intelektual untuk dapat melanggar undang-undang yang berlaku di Indonesia melakukan hal yang sama. Bisa saja sewaktu-waktu dicabut saat isu ini meredup oleh pejabat Kemnaker, siapa yang tau???”, tegasnya.

Rinaldo menjelaskan, dalam Moratorium Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015  tidak menyebut sanksi skorsing melainkan sanksi pencabutan ijin-ijin dan membawa pelanggar ke ranah pidana.

Sedangkan, sanksi skorsing itu hanya kepada perusahaan yang memberangkatkan migran sektor pembantu rumah tangga diluar negara-negara kawasan Timur Tengah. Untuk itu dia berharap agar Kemnaker dapat segera melaporkan direktur kedua perusahaan itu ke Bareskrim Polri.

Kemudian, Ida Fuziah harus segera perintahkan Atase Ketenagakerjaan KBRI Riyad untuk segera melakukan upaya pelindungan kepada korban yang saat ini tereksploitasi oleh perusahaan maupun Sarikah. Lalu tarik semua dana deposit perusahaan yang disetor sebagai jaminan.

Dia mengingatkan Kemnaker untuk tetap melindungi migran yang saat ini masih berada di negara Arab Saudi, jangan sampai nanti ada intimidasi atau pembiaran, dan Tim Kemnaker juga harus transparan dalam penyelidikannya seperti dalam hal paspor gamka, medical gamka, sertifikat BLK, KTKLN dan kontrak sesuai Job order.

Diberitakan sebelumnya, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Suhartono, memberikan keterangan pers bahwa PT BM terbukti telah menempatkan sebanyak 83 PMI yang tak sesuai jabatan dan jenis pelanggaran sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, serta tidak memenuhi hak-hak PMI yang seharusnya diterima, sedangkan, PT ASR dengan pelanggaran yang sama telah menempatkan sebanyak 16 PMI.

Dia menjelaskan, pemberian sanksi itu sesuai dengan Permenaker No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan PMI, dan juga sesuai dengan UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. (charles sijabat/januar sitinjak)