X
 


Sampaikan Poin-Poin UUCK, Menteri ATR/Kepala BPN: UUCK Akan Percepat Penyusunan RTRW

SPB - Oct 15, 2020 09:52:39

JAKARTA - Guna mendukung penciptaan lapangan kerja baru, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja atau UUCK. Peraturan perundang-undangan ini sangat dibutuhkan mengingat ada sekitar 6.88 juta pengangguran dan 2,92 juta angkatan kerja baru, rakyat Indonesia yang belum memiliki pekerjaan alias menganggur. Usai disahkan oleh DPR RI, kini tiap-tiap kementerian, sebagai pemangku kepentingan dalam UUCK segera menyusun peraturan pelaksananya. Dengan alasan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penjelasan Pokok-Pokok Substansi dan Penyiapan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja di Sasana Bhakti Praja, Jakarta, Rabu (14/10/2020). 

Rapat ini diikuti oleh beberapa Menteri Kabinet Kerja, salah satunya adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil, secara daring.

Dalam rapat tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN menjelaskan poin-poin yang tertuang dalam Klaster Perizinan Berusaha serta Klaster Pengadaan Tanah, yakni klaster tata ruang dan klaster pertanahan. Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa dalam tata ruang dapat memberikan kepastian dalam berusaha serta memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. "Dalam undang-undang ini, perizinan berusaha dilakukan berdasarkan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) atau Rencana Tata Ruang," ujar Sofyan A. Djalil.  

Sofyan A. Djalil memaparkan bahwa Rencana Detail Tata Ruang dan produk tata ruang lainnya perlu dipercepat serta diintegrasikan dengan Rencana Tata Ruang dengan Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Kawasan Hutan. "Hambatan yang ditemui selama ini dalam menetapkan tata ruang di daerah karena tidak adanya integrasi. UUCK mengenalkan integrasi dan tata ruang akan menjadi panglima, sehingga tidak ada masalah lagi antara hutan, perairan, dan lain-lain," kata Menteri ATR/Kepala BPN. 

UUCK menegaskan bahwa tata ruang tetap menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Namun, undang-undang tersebut menegaskan bahwa penetapan RDTR/RTRW perlu dipercepat guna memberikan kepastian hukum. "Selama ini banyak pengalaman, RDTR/RTRW telah disetujui melalui persetujuan substansi (persub) oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Tata Ruang Kementerian ATR/BPN agar menjadi Peraturan Daerah (Perda), namun terlalu lama. Sehingga perlu diberikan batas waktu bagi Pemda untuk menentukan dan disahkan setelah 2 (dua) bulan persub diberikan," kata Sofyan A. Djalil. 

Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan apabila dalam 2 (dua) bulan usai persub diberikan tidak kunjung disahkan perda tata ruangnya, maka pemerintah yang akan mengesahkan. "Kemudian RDTR nantinya akan menjadi Peraturan Kepala Daerah atau Perkada karena dalam penyusunan sudah melibatkan banyak pihak," ungkap Menteri ATR/Kepala BPN. (Gtg)