X
 


Perlu Diketahui, Poin Utama PP Nomor 20 Tahun 2021 Ayat 2

SPB - Mar 18, 2021 16:52:41

JAKARTA, - Sehubungan dengan diterbitkan PP Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai pemegang mandat pengadministrasi tanah di Indonesia, menyelenggarakan sosialisasi kepada seluruh jajarannya.

Membuka paparannya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Budi Situmorang mengatakan latar belakang hadirnya PP Nomor 20 Tahun 2021 adalah Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 180 ayat 1. “Ini merupakan poin penting yang mendasari hadirnya PP Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar,” kata Dirjen PPTR pada kegiatan Sosialisasi PP Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, secara daring, Rabu (17/03/2021).

Dalam penjelasannya, Budi Situmorang menyebutkan bahwa pasal 180 ayat 1 disebutkan bahwa Hak, Izin, atau Konsesi atas tanah dan/atau kawasan yang dengan sengaja tidak diusahakan atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak diberikan, dicabut dan dikembalikan ke negara. Lalu, pada ayat 2 pasal yang sama menyatakan bahwa saat mengembalikan tanah tersebut kepada negara, Pemerintah Pusat dapat menetapkan hak, izin, atau konsesi tersebut sebagai aset bank tanah.

Sebelum ada UUCK, untuk kegiatan inventarisasi, identifikasi dan penelitian dilakukan terhitung mulai tiga tahun sejak diterbitkannya Hak Atas Tanah atau sejak berakhirnya DPAT. Untuk kegiatan penertiban, akan diberikan peringatan pertama hingga ketiga selama 1 bulan, lalu untuk pendayagunaan tanah telantar melalui program Reforma Agraria, Program Strategis Nasional serta untuk Cadangan Negara lainnya. Ketentuan tersebut diperbarui melalui PP Nomor 20 Tahun 2021. Dalam PP tersebut, kegiatan inventarisasi, identifikasi dan penelitian dilakukan paling cepat dua tahun sejak diterbitkannya Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, serta Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT). 

Dirjen PPTR melanjutkan bahwa untuk kegiatan penertiban, akan diberikan tiga kali peringatan. Ia menyatakan bahwa untuk peringatan pertama berlaku 90 hari kalender, peringatan kedua berlaku 45 hari kalender, serta peringatan ketiga berlaku 30 hari kalender. “Untuk pendayagunaan tanah telantar, menurut PP Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, dapat didayagunakan melalui Reforma Agraria, Proyek Strategis Nasional, Bank Tanah serta untuk cadangan negara lainnya,” ujar Budi Situmorang.

PP Nomor 20 Tahun 2021 ini terdiri dari Sembilan bab dan empat puluh pasal. Dalam pasal pertama, Budi Siturmorang menjelaskan perbedaan kawasan telantar dan tanah telantar. Yang disebut kawasan telantar adalah kawasan nonkawasan hutan yang belum dilekati Hak Atas Tanah yang telah memiliki izin, konsesi, atau perizinan berusaha, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan, sedangkan tanah telantar adalah adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

Untuk obyek penertiban kawasan dan tanah telantar, Budi Situmorang mengatakan bahwa obyek penertiban kawasan dan tanah telantar tidak otomatis menjadi tanah telantar. “Ini perlu ditekankan karena banyak sekali pemahaman rekan-rekan kalau menjadi obyek seolah-olah langsung menjadi kawasan telantar atau tanah telantar,” kata Dirjen PPPTR. (Gtg)