X
 


Penolak RUU Perkoperasian Makin Riuh Disuarakan

SPB - Aug 24, 2019 18:57:09

SINARPAGIBARU, JAKARTA - Suara penolakan dari sejumlah kalangan pecinta gerakan koperasi makin riuh terdengar  untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) perkoperasian disahkan menjelang pembahasan terakhir draft RUU perkoperasian yang rencananya dijadwalkan pada tanggal 26 Agustus mendatang antara pemerintah dan DPR.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh wartawan media ini (24/8) melalui sambungan telefon kepada ketua Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi (AKSES), Suroto mengatakan keberatan terhadap pasal yang terkait dengan pencantuman nama Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) dimasukkan dalam undang-undang.

Menurut Suroto, dalam pembahasanya, Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) menginginkan agar DEKOPIN ini dimasukkan dalam UU sebagai wadah tunggal organisasi koperasi Indonesia ( pasal 130). 

Tak hanya itu, disebut dalam pasal 82 huruf h dan pasal 132, DEKOPIN ini juga memaksa koperasi wajib membayar iuran selain pendanaan dari sumber dana pemerintah melalui alokasi APBN dan APBD (pasal 133), kata Suroto menjelaskan. 

" Mereka itu tak hanya akan merampas hak asasi setiap warga untuk bebas berserikat dan berkumpul yang dijamin Konstitusi, tapi juga akan merampas uang rakyat melalui pemaksaan iuran dan juga uang rakyat di APBN dan APBD," tandasnya. 

Lebih lanjut Suroto sebagai Ketua AKSES yang getol mengavokasi untuk menolak RUU Perkoperasian menambahkan bahwa dari sejak awal Ia dan lembaganya mengusulkan agar sanksi berat diberikan kepada para rentenir yang berbaju koperasi. 

" Kami dari awal yang mengusulkan agar RUU yang baru itu memuat penegasan secara inperatif agar UU Perkoperasian memuat sanksi yang berat bagi rentenir yang berbaju koperasi. Tapi bukan berarti kami juga melegitimasi pemaksaan terhadap RUU Perkoperasian yang mengebiri hak berdemokrasi warga negara dan juga memaksa untuk menyetor iuran ke organisasi semacam DEKOPIN" jelas Suroto. 

Suroto juga menuding DEKOPIN yang dipimpin oleh Nurdin Halid sudah 20 tahun ini sebagaimana diketahui selama ini juga telah menggunakan dana APBN walaupun tidak diperintah melalui UU.  Organisasi ini rupanya menginginkan agar pendanaan ditegaskan melalui APBN dan memaksa setiap koperasi untuk membayar iuran, katanya. 

" DEKOPIN itu selama ini gunakan uang negara dan kegiatanya hanya sebatas seremonial belaka dan sudah lebam, kenapa kami dipaksa harus mendukung organisasi ini ?", tandas Suroto. 

Sementara itu, juru bicara Koordinator Advokasi Tolak RUU Perkoperasian dari Kalimantan Barat, Mikael  yang keterangannya berhasil dihimpun oleh media ini mengatakan,

Bahwa pihaknya menolak  keberadaan DEKOPIN dimasukkan dalam UU.

"Kami anti rentenir, kami ini adalah gerakan koperasi yang dibangun secara swadaya dan solidaritas dari anggota,  kami menjadikan pendidikan perkoperasian sebagai pilar penting dari sejak gerakan kami dimulai tahun 1970-an di Indonesia, gerakan kami itu lahir justru untuk memerangi rentenir" kata Mikael.

Ditambahkan oleh Mikael, " kami bicara substansi Undang-Undang yang akan berdampak pada pengkerdilan koperasi, dan kami anti rentenir dari sejak awal gerakan kami berdiri dengan memberikan pendidikan literasi keuangan kepada anggota kami", tandasnya.(Agus)