X
 


Langkah Kementerian ATR/BPN Mengkaji Sumber TORA dari Pelepasan Kawasan Hutan

SPB - Sep 23, 2021 13:15:23

SINAR PAGI BARU, JAKARTA - Reforma Agraria merupakan program pemerintah yang ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam hal ini terus berupaya meningkatkan redistribusi tanah kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan Reforma Agraria.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra saat diskusi bersama FEM Station IPB University bertajuk "Apa Kabar Reforma Agraria?" pada Selasa (21/09/2021) secara daring. Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan Reforma Agraria dari hasil pelepasan kawasan hutan saat ini menemui berbagai tantangan.

“Ini memang pekerjaan Kementerian ATR/BPN. Tantangannya adalah ketika kami survei kan butuh biaya, biaya ini harus ada dalam anggaran, anggaran harus ada output yang jelas. Ini kalau kita survei belum tentu output-nya cocok, artinya bisa capai sertifikasi,” jelas Surya Tjandra.

Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN menjelaskan, dengan terjadinya hal tersebut di lapangan, perlu adanya mekanisme dari internal Kementerian ATR/BPN untuk mengembalikan hasil pelepasan kawasan hutan yang tidak dapat dieksekusi. Hal ini memerlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaannya, Kementerian ATR/BPN juga harus memastikan TORA adalah fresh land sebagaimana yang terdapat pada aturan. "TORA harus bersih, clean and clear, yang sudah tidak ada penguasaan orang atau yang tidak akan digunakan hutan. Ini kalau kita survei belum tentu output-nya cocok, artinya bisa dicapai sertifikasinya. Harus disurvei, dicek ke lapangan benar tidak bisa dikasih ke masyarakat," tuturnya. 

Setelah TORA dipastikan, Kementerian ATR/BPN akan mencari subjek, dalam hal ini penerima redistribusi tanah yang merata ke seluruh Indonesia. "Ini pekerjaan besar pertama-tama mengumpulkan, mencari tanahnya dulu baru subjeknya. Dalam penyusunan Reforma Agraria, presiden ingin ada fresh land, tanah yang belum ada orang, belum ada penguasaan, kita cari orang yang butuh, untuk mengatasi ketimpangan kepemilikan dan akses pada tanah," kata Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN.

Surya Tjandra pun berharap penataan batas hutan bisa menjadi pintu masuk pelaksanaan Reforma Agraria. "Sejak ada Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), kemudian juga peraturan pelaksananya dari KLHK ada peluang untuk melakukan survei bersama. Jadi apapun hasilnya mereka terikat dan begitu ada hak sebelum ditetapkan menjadi kawasan harusnya sudah masuk, dilepas tanpa proses yang rumit," pungkasnya. (Gtg)