X
 


Kementerian ATR/BPN Sinkronkan Redistribusi Tanah Dengan Penyelesaian Konflik Agraria

SPB - Feb 08, 2021 22:10:16

JAKARTA, - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria mengamanatkan kepada pemerintah untuk mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemerataan tanah. Adanya peraturan tersebut sejatinya dapat mendorong pelaksanaan Reforma Agraria secara masif di seluruh Indonesia. Reforma Agraria harus digiatkan agar manfaatnya dapat dilaksanakan oleh masyarakat banyak.

Sebagai bagian dari Reforma Agraria, redistribusi tanah terus direalisasikan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Namun, keinginan terkadang tidak sejalan dengan realita di lapangan. Program ini sering terhambat oleh status tanah, mulai dari terdapat konflik agraria terhadap objek redistribusi tanah antara masyarakat dengan korporasi ataupun tidak jelasnya batas wilayah kawasan hutan. Kondisi ini memang perlu treatment khusus dari para pemangku kebijakan agar program redistribusi tanah ini bisa berjalan.

Pada 23 November 2020, Presiden Joko Widodo bertemu dengan beberapa pimpinan Civil Society Organization (CSO) di bidang Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) guna mempercepat pelaksanaan RAPS serta mempercepat penanganan konflik agraria. Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Penataan Agraria, Awaludin mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga hal yang menjadi arahan Presiden pada pertemuan tersebut.

"Pertama itu kita harus mempercepat penyelesaian konflik agraria dan memperkuat kebijakan RAPS, lalu Presiden juga meminta agar 50 persen konflik agraria yang menjadi prioritas agar diselesaikan. Terakhir, Presiden menugaskan Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Menteri ATR/Kepala BPN untuk melakukan percepatan atas hal-hal tersebut. Itu arahan Presiden pada pertemuan tersebut," ungkap Sesditjen Penataan Agraria, Rabu (03/02/2021).

Sejumlah CSO sudah mengusulkan lokasi Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA. Awaludin mengungkapkan bahwa ada sekitar 71 lokasi yang diusulkan CSO tersebut. "CSO yang mengusulkan adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), yang mengusulkan 31 lokasi, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan 24 lokasi serta GEMA PS, yang mengusulkan 16 lokasi. Yang terbaru, berdasarkan Rapat Koordinasi Teknis dengan KSP pada 21 Januari 2021 yang lalu, ada empat CSO di luar ketiga CSO tadi yang juga mengusulkan empat lokasi TORA untuk diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN," kata  Awaludin.

Dalam menindaklanjuti usulan dari tiap-tiap CSO, Kementerian ATR/BPN menetapkan tiga kategori. Awaludin menjelaskan bahwa ketiga kategori merupakan indikator untuk melakukan percepatan redistribusi tanah tersebut. "Ketiga kategori tersebut kita istilahkan dengan prioritas. Prioritas pertama itu adalah tanah-tanah yang memang siap untuk diredistribusikan. Untuk prioritas pertama, pada tahun ini 13 lokasi siap diredistribusikan. Kemudian ada prioritas kedua, di mana kita selesaikan dahulu sengketa dan konflik agrarianya pada tahun ini, kemudian kegiatan redistribusi tanahnya pada tahun 2022. Terakhir ada prioritas ketiga, yang konsepnya sama seperti prioritas kedua, tetapi baru dilaksanakan pada tahun 2022-2023," ujar Sesditjen Penataan Agraria.

Awaludin menganggap bahwa ini merupakan kerja ideal karena memang untuk melakukan redistribusi tanah perlu disinkronkan dengan penyelesaian sengketa dan konflik agraria. "Mengapa demikian? Karena Reforma Agraria sejatinya merupakan usaha kita untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan rakyat," kata Sesditjen Penataan Agraria. (Gtg)