X
 


Bahaya Kalau RUU Ciker Tidak di Evaluasi, Hanya Memihak Satu Kepentingan

SPB - Jun 01, 2020 15:08:02

Markus Sidauruk Deputi Bidang Pendidikan Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) mengingatkan serikat buruh/pekerja tetap kritis menyikapi agenda omnibus law, khususnya klaster Rancangan Undang-Undang Cipta Ketenagakerjaan (RUU Ciker).

Pembahasan RUU Ciker memang sedang ditunda sementara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah beberapa waktu lalu bertemu perwakilan Majelis Perwakilan Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) di Istana Presiden, karena alasan pandemi Covid-19. Namun, penundaan sementara ini bukan berarti buruh harus duduk diam tak berbuat.

Tapi harus terus memantaunya.  Sebab RUU Ciker dinilainya bisa merugikan masa depan buruh jika disahkan, karena banyak merugikan masa depan buruh. Sebab, kalau nantinya pemerintah dan DPR melanjutkan pembahasan RUU Ciker, serikat buruh/pekerja harus kembali melakukan konsolidasi. Serta mendesak Jokowi agar RUU ini di evaluasi.

“Supaya, kalau nanti disahkan bisa berpihak pada kepentingan buruh,” ujarnya, ketika diwawancarai di Kantor KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Markus menyarankan langkah evaluasinya adalah pemerintah harus memfasilitasi perwakilan serikat buruh/pekerja dan pengusaha untuk merumuskan kembali draft RUU Ciker yang mewakili semua kepentingan. Jadi tak hanya kepentingan satu pihak saja.

“Karena ada beberapa pasal RUU Ciker yang ditunda kemarin memang bertentangan dengan dunia hubungan industrial dan jelas mengecewakan buruh,” ungkapnya.

Diantaranya seperti masalah penetapan upah, sangat jelas dalam pasal di RUU Ciker bakal menghilangkan fungsi LKS Tripartit. Padahal mekanisme Tripartit berlaku disemua negara dalam hubungan industrial. Selain itu, KSBSI menilai, RUU Ciker yang ditunda ini setelah dikaji, terkesan membuat sistem  lapangan kerja yang bersifat kontrak yang singkat tapi tidak permanen.

“Bahkan bisa dipastikan hak jaminan sosial seorang pekerja pun nantinya sulit didapatkan. Oleh sebab itulah, RUU Ciker niat awalnya baik ketika Jokowi beberapa waktu lalu menganggendakan omnibus law.

“Namun dalam perjalanannya, RUU Ciker ini ada indikasi digunakan investor untuk kepentingan mereka. Dampaknya, kalau nantinya disahkan buruh hanya menjadi korban. Makanya serikat buruh/pekerja melakukan sikap penolakan,” ujarnya.

Sejak awal perancangan draft RUU Ciker, Markus menganggapnya  sudah salah langkah, karena ditangani Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian. Ia mengatakan idealnya RUU ini dibawah kendali Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

“Makanya buruh menyarankan RUU Ciker kalau nanti kembali dibahas Jokowi sebaiknya langsung menunjuk Kemenaker dan bekerja sama dengan perwakilan lembaga Tripartit untuk membahasnya. Supaya tidak ada kegaduhan lagi,” imbuhnya.

Markus juga menjelaskan buruh tidak anti dengan RUU Ciker secara keseluruhan. Tapi yang ditolak karena ada beberapa poin pasal yang jelas bakal sangat merugikan masa depan buruh. Apalagi sejak awal proses pembuatan draft RUU Ciker, perwakilan buruh/pekerja  tidak dilibatkan dan terkesan tidak transparan.

“Intinya, kalau nanti RUU Ciker dilanjutkan kami ingin draft tersebut berlandaskan ilmiah yang memihak semua kepentingan. Dan buruh siap duduk bersama untuk merumuskannya,” kata Markus. (AH)